Nico, pelaku persetubuhan terhadap anak mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Pontianak atas penetapan statusnya sebagai tersangka oleh penyidik unit PPA Satreskrim Polresta Pontianak. Gugatan praperadilan itu diajukan atas dugaan ketidakprofesionalan penyidik dalam menangani kasusnya. Sidang praperadilan dijadwalkan berlangsung pada Jumat 4 November.
Kuasa hukum tersangka, Medi menjelaskan kasus yang dilaporkan pada Januari 2022 lalu ini sebetulnya telah berujung perdamaian antara kedua belah pihak. Sudah ada kesepakatan bahwa pelaku menikahi korban.
Setelah pernikahan berlangsung, yang mana korban dan pelaku telah menjalin hubungan suami istri, tiba-tiba pada Juli lalu, Nico kembali dilaporkan atas perbuatan yang sama oleh mertuanya. Nico pun ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi.
Menurut Medi, yang menjadi objek permohonan praperadilan adalah Surat Pemberitahuan Penetapan Status Tersangka Nomor: B/130/IX/2022 tertanggal 23 September 2022 dan Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/130/IX/2022 tertanggal 23 September 2022 tentang penetapan status tersangka atas nama kliennya, yakni Nico.
Kliennya telah dilaporkan oleh orang tua korban, Joko tertanggal 3 September 2022 atas tindak pidana persetubuhan dan/atau perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur. Laporan ini mengacu pada pasal 81 dan atau pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Kemudian, lanjut Medi, penyidik menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/240/IX/2021 tertanggal 03 September 2022 dan menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor: SPDP/264/IX/2022 tertanggal 03 September 2022. Lalu, pada 7 September 2022 penyidik mengirimkan Surat Panggilan Nomor: SP.Pgl/360/IX/2022 kepada kliennya. Pada intinya, polisi meminta klienya menghadap penyidik diruang Unit PPA Kantor Sat Reksrim Polresta Pontianak pada Selasa tanggal 13 September 2022 pukul 13.00 untuk didengar keterangannya dalam pemeriksaan tambahan sebagai saksi-saksi.
Setelah itu, pada 14 September 2022, penyidik kembali mengirim surat panggilan nomor: SP.Pgl/1402/IX/2022 kepada kliennya yang intinya meminta kliennya menghadap kembali pada Selasa 20 September 2022 pukul 13.00 untuk didengar keterangannya dalam pemeriksaan tambahan sebagai saksi.
Medi menerangkan, pada Jumat 23 September 2022, penyidik mengeluarkan surat pemberitahuan penetapan status tersangka, dan surat ketetapan tentang penetapan status tersangka atas nama kliennya.
“Tetapi pada faktanya penyidik hanya memberikan surat pemberitahuan penetapan status tersangka kepada kliennya. Sedangkan surat ketetapan tentang penetapan status tersangka atas nama kliennya tersebut tidak pernah diberikan,” ungkap Medi.
Menurutnya, hal itu menjadi salah satu kesalahan penyidik dalam menjalankan SOP dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka, Oleh karena itu, sudah sepatutnya penetapan status tersangka kliennya dinyatakan tidak sah secara hukum dan harus dicabut.
Medi menilai penyidik juga telah melakukan kesalahan prosedur dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka, karena tidak seharusnya berita acara pemeriksaan (BAP) awal dijadikan satu kesatuan dengan berita acara pemeriksaan (BAP) tambahan.
Kliennya pernah dilaporkan juga oleh orang yang sama bernama Joko di unit PPA Sat Reskrim Polres Kota Pontianak pada 18 Januari 2022 atas dugaan tindak pidana yang sama, yaitu tindak pidana persetubuhan dan/atau perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur. Namun laporan tersebut sudah dicabut dan telah dilakukan penyelesaian secara perdamaian atau secara restorative justice.
“Artinya dalam hal ini telah terjadi laporan pengulangan yang tidak dibenarkan secara hukum, maka patut menjadi pertanyaan ada tendensi apakah dari pihak penyidik dalam pokok perkara aquo?” katanya.
Seharusnya, sambung Medi, terhadap kliennya tidak dapat lagi dilaporkan dengan tindak pidana yang sama, pasal yang sama dan oleh pelapor yang sama karena hal itu dapat dikategorikan sebagai penyidikan nebis in idem (penyidikan dalam hal yang sama). Jadi, proses penyidikannya dapat dianggap tidak sah secara hukum. Demikian pula dengan penetapan kliennya sebagai tersangka. Oleh karena itu, penetapan tersangka dapat dicabut.
“Laporan pertama dicabut dan penyidik telah mengeluarkan surat perintah penghentian penyelidikan atau penyidikan dengan alasan restorative justice dan telah bersifat final (berkekuatan hukum tetap),” tegas Medi.
Jadi, dugaan tidak pidana persetubuhan dan atau perbuatan cabul terhadap anak yang diduga dilakukan oleh kliennya telah dihentikan proses penyelidikan dan proses penyidikannya.
Antara kliennya dan pelapor yaitu Joko serta korban juga telah dibuat surat perdamaian tertanggal 24 Januari 2022. Pada intinya, surat itu menerangkan bahwa kedua belah pihak telah sepakat untuk berdamai dan telah sepakat untuk menikah menurut agama Budha. Pernikahan tersebut telah dilakukan pada 7 Februari dan pada 20 Februari 2022 di Pontianak. Selain itu, tambah Medi, sudah disepakati pula untuk tidak saling menuntut lagi dalam bentuk apapun, baik pidana, perdata, adat atau apapun di kemudian hari.
Medi menyatakan pasal tindak pidana persetubuhan dan/atau perbuatan cabul terhadap anak yang diterapkan pada kliennya merupakan penerapan pasal yang tidak jelas dan hanya merupakan suatu analogi atau asumsi.
Dalam pasal 81 dan pasal 82 UUPA, jelas Medi, ada unsur-unsur pasal yang berbeda. Hal ini berkaitan juga dengan bukti-bukti yang digunakan penyidik dalam menentukan seseorang sebagai tersangka. Ia menilai penyidik telah bersikap sewenang-wenang, tidak profesional dan telah melanggar pasal 1 angka 11 juncto pasal 14 ayat 1 Peraturan Kapolri Nomor : 12 Tahum 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana.
Perkap itu mengatur bahwa prosedur penyelesaian perkara termasuk penyidikan dan penetapan tersangka harus dilakukan secara profesional, proporsional dan transparan agar tidak ada penyalahgunaan wewenang, serta tidak semata-mata bertendensi menjadikan seseorang sebagai tersangka.
“Untuk diketahui korban sudah berusia 18 tahun. Lahir tahun 2003 sehingga pada tahun 2022 sudah memasuki usianya yang ke-18 tahun, sehingga dapat digolongkan sebagai orang yang sudah dewasa bukan lagi anak,” terang Medi.
Berdasarkan fakta-fakta yang ada, Medi menambahkan, pihaknya memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Pontianak untuk menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan seluruhnya. Pengadilan diharapkan menyatakan bahwa surat pemberitahuan penetapan status tersangka dan surat ketetapan tentang penetapan status tersangka atas nama kliennya tertanggal 23 September 2022 adalah tidak sah menurut hukum dan harus dibatalkan.
Majelis hakim juga diminta memerintahkan penyidik untuk menghentikan semua proses penyelidikan dan proses penyidikan.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Pontianak, Kompol Indra Asrianto, mengatakan, proses penyidikan perkara persetubuhan terhadap anak dengan tersangka Nico telah dilakukan sesuai prosedur.
“Berdasarkan dua alat bukti yang cukup, perkara ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan dengan menetapkan pelaku sebagai tersangka,” kata Indra, ketika dikonfirmasi Pontianak Post.
Indra menerangkan, penyidik juga telah mengirimkan berkas perkara ke kejaksaan dan telah dinyatakan lengkap atau P21.
“Intinya, pada perkara ini penyidik menanganinya sesuai prosedur dengan ketentuan hukum yang berlaku. Terhadap tersangka dan barang bukti telah dilaksanakan tahap dua kepada Kejaksaan Negeri Pontianak. Ketika dinyatakan P21 oleh jaksa, itu artinya sudah diteliti dengan baik untuk kemudian dilanjutkan pada tahap peradilan,” katanya.
Terkait dengan permohonan praperadilan yang diajukan tersangka ke PN Pontianak, menurutnya itu adalah hak tersangka yang dijamin peraturan perundang-undangan. Pihaknya akan menjawab permohonan praperadilan itu dengan alat bukti. (adg)